Sunday, April 10, 2016

Saatnya Percaya diri Jangan Gengsi



A.    Kepercayan Diri
1.      Pengertian Kepercayaan Diri
Diri atau self timbul dalam interaksi individu dengan lingkungannnya, apabila seseorang telah menyadari tentang dirinya sendiri, dan dirinya sebagai suatu yang terpisah dari pihak lain atau terpisah dari lingkungannya, maka dapat dikatakan bahwa pada waktu itu individu telah sadar akan dirinya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa diri atau selfmula-mula timbul apabila individu telah menyadari adanya pemisah antara dirinya dengan dunia luar.
Dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak akan dapat melepaskan diri dalam hubungannnya dengan individu lain, apabila berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain, sudah selayaknya seseorang akan menghargai orang lain itu, namun demikian disamping seseorang menghargai orang lain, seseorang juga perlu menghargai dirinya sendiri. Menghargai diri sendiri tidaklah berarti seseorang akan mengagungkan dirinya sendiri dan merndahkan orang lain, atau sebaliknya juga tidak berarti orang merendahkan dirinya sendiri dan mengagungkan orang lain.[1]
Kepercayaan diri merupakan satu aspek kepribadian yang penting, maka tidak heran manakala banyak persoalan yang timbul karena seseorang tidak percaya pada dirinya sendiri. keragu-raguan seseorang pada dirinya hanya akan melahirkan seseorang yang lemah.[2]
Seorang pelajar terkadang terkena gangguan dan bisikan-bisikan setan yang menyebabkannya tidak beruntung dan gagal. Dia terkadang juga tidak mampu menjawab soal-soal ujian, karena ia lupa semua pelajaran yang sudah dipelajarinya. Ketika itulah kepercayaan diriya menjadi hilang, terutama bila ia memiliki teman yang memiliki masalah yang sama. Hilangnya kepercayaan diri mendorong jiwa seseorang terasa sesak, motivasi belajar melemah, bingung tidak tahu apa yang harus ia lakukan, dan merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Semua itu akan memperkecil hasil belajar dan memperlemah jawabannya ketika ujian.[3]
Menurut Barbara de Angelis, dalam bukunya yang berjudul “Confidence” menjelaskan bahwa, kepercayaan diri merupakan sesuatu keyakinan dalam jiwa diri sebagai manusia, bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan berbuat sesuatu. Bukan masalah berbuat sesuatu itu yang penting namun kesedian diri untuk melakukannya. Jika sebagai manusia yakin pada diri sendiri maka apapun tantangan hidup ini akan dihadapi. Jadi kepercayaan diri berawal dari tekad pada diri sendiri untuk melakukan segala yang kita inginkan dan butuhkan dalam hidup.[4]
Dalam buku “Peran Psikologi di Indonesia” karya  Arif F. Hadipranata, et.al., bahwa kepercayaan diri adalah kepercayaan seseorang pada kemampuan yang ada dalam dirinya. Karena kepercayaan diri itu muncul dari konsep diri yang positif (gambaran diri).[5]
Konsep diri positif akan dapat mengembangkan sifat-sifat kepercayaan diri, harga diri dan kemampuan untuk menilai dirinya secara realitas sekaligus dapat menilai hubungan dengan orang lain secara tepat, dengan penyesuaian sosial yang baik.
Diri atau self serta kepercayaan diri dalam pembentukan dan perkembangannya banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial anak yaitu keluarga dan sekolah. Keluarga merupakan peletak dasar utama diri atau kepribadian. Tetapi karena semakin meluasnya lingkungan sosial anak seperti sekolah, ikut berpengaruh dalam pembentukan kepribadian. Mengingat sebagian besar waktu siswa dihabiskan di sekolah, maka hubungan pendidik dan anak didik akan mempengaruhi perkembangan kepribadian dan kepercayaan diri anak.
2.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi kepercayaan Diri Siswa
Sebagaimana telah diketahui bahwa tingkah laku seseorang itu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, demikian juga dengan kepercayaan diri seseorang. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri anak sebagai berikut :
a.       Faktor Keluarga
Setelah anak itu lahir, maka akan terlihat jelas fungsi keluarga dalam pendidikan pada waktu memberikan pengalaman kepada anak, baik melalui penglihatan, pendengaran maupun kebiasaan menuju terbentuknya pribadi yang diinginkan orang tua. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikatakan oleh Zakiyah Daradjat, sebagai berikut :
“Orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak, kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh”[6]
Anak akan mulai mengenal hidupnya di dalam keluarga, dan di dalam itu pula anak tumbuh dan berkembang, sehingga ia dewasa dan melepaskan diri dari keluarga, demikian pula sebaliknya dari keluarga yang tidak baik akan berpengaruh tidak baik pula. Keluarga itu memberikan pengaruh yang sangat menentukan pada pembentukan watak dan perkembangan kepribadian anak.[7]
Orang tua merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan, dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.[8] Keluarga merupakan unit terkecil yang memberikan stempel dan fundasi dasar bagi perkembangan anak, dan juga merupakan lembaga primer yanmg tidak dapat diganti dengan kelembagaan yang lain.[9]
Adang Heriawan, dalam bukunya “Mengenal Manusia dan Pendidikan” menyatakan bahwa , orang tua dan juga keluarga adalah pendidikan yang berlangsung selama hidup yang didasarkan pada cinta kasih. Ia merupakan pendidikan yang pertama dalam memberikan pengaruh kepribadian anak.[10]
Jadi, keluarga merupakan jaringan sosial terpenting bagi anak, sebagai lingkungan pertama dan peletak dasar-dasar kepribadian pada anak. Di dalam keluarga akan terbentuk landasan bagi pola penyesuaian dan belajar berfikir tentang diri anak sebagaimana yang telah dilakukan oleh anggota keluarga. Sehingga kondisi keluarga yang harmonis akan menjadikan anak tumbuh dan berkembang dalam suasana ketentraman yang berimplikasi positif terhadap perkembangan kepribadian anak. 
b.      Faktor Teman Sepermainan
Dari teman sepermainan anak dalam menerima pengaruh yang baik ataupun yang buruk, kemudianpengaruh yang positif maupun yang negatif, keduaya dapat mempengaruhi kepercayaan diri pada anak. Hal ini disebabkan karena pergaulan teman sepermainanpun mudah terjadi peniruan, bujukan atau ajakan antara teman satu dengan teman lainnya, termasuk juga hal-hal yang menyangkut kehidupan sosial.
c.       Faktor Sekolah
Sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuhnya kepercayaan diri anak. Di sekolah anak dididik dalam hal sosial, yang mana dengan sikap sosial yang baik itu kondisi mental akan sehat, dan dengan kondisi mental yang sehat ini akan sangat menentukan anak bersifat optimis. Karena sebagaimana yang dikatakan oleh Zakiyah Daradjat, sebagai berikut :
“Bahwa hanya orang yang sehat mentalnya sajalah yang merasa bagagia, mampu berguna dan sanggup menghadapi kesukaran-kesukaran atau rintangan-rintangan dalam hidup”.[11]
Apabila kesehatan mental terganggu misalnya akan tampaklah gejalanya dalam segala aspek kehidupan, misalnya perasaan, pikiran, kelakuan dan kesehatan. Sekolah dalam hal ini berfungsi sebagai pembantu orang tua untuk mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan menanamkan budi pekerti yang luhur.
Selain itu juga Mahmud Yunus, mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :
“Kewajiban sekolah adalah melaksanakan pendidikan yang tidak dapat dilaksanakan di rumah tangga. Pengalaman anak-anak di rumah dijadikan dasar pelajaran di sekolah. Tabiatnya yang salah diperbaiki atau diperbetul, kelakuan anak yang kurang baik diperbaiki, perangai yang kasar diperhalus, tingkah laku yang senonoh diperbaiki dan begitulah seterusnya”.[12]
Jadi sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan mental anak yang berhubungan sangat erat dengan keluarga, sehingga pendidikan keluarga dapat berlanjut ke sekolah dan pembentukan kepercayaan diri anak akan terbentuk dengan sendirinya.
d.      Faktor Masyarakat
Yang dimaksud masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara , kebudayaan dan agama. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad D. Marimba, sebagai berikut :
“Corak dan ragam pendidikan yang dialami masyarakat banyak sekali, ini mengikuti segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, sikap dan minat, maupun pengetahuan kesusilaan dan agama”.[13]
Setelah mendapat pembinaan di rumah dan di sekolah, anak di dalam hal perkembangannya mendapat pengaruh dalam masyarakat, anak ingin mengetahui dan mengembangkan dirinya di dalam masyarakat, sedangkan keadaan masyarakat itu tidak sama, baik dalam pekerjaan, perbuatan, kesenangan, kebiasaan dan sebagainya.
e.       Faktor Intelegensi
Pertumbuhan danperkembangan jiwa anak tidak terbatas kepaada perkembangan emosi saja tetapi juga menyangkut meningkatkan kemampuan anak dalam memahami masalah-masalah yang ada di sekitarnya, seperti teman, masyarakat, dan keluarga. Hal ini dipengaruhi intelegensi anak. anak yang cerdas lebih mudah memahami keadaan lingkungan yang ada disekitarnya dibandingkan dengan anak yang bodoh, bagi anak yang bodoh penangkapan masalah yang ada di sekitarnya perlu adanya penjelasan. Jadi jelaslah disini bahwa intelegensi itu sangat mempengaruhi kepercayaan diri anak.
3.      Cara Mengembangkan Kepercayaan Diri
a.       Mengembangkan Kepercayaan Diri dalam Tingkah Laku
Yang berkenaan dengan tingkah laku adalah kepercayaan diri seseorang untuk mampu bertindak dan menyelesaikan tugas-tugas apabila seseorang sudah memiliki kepercayaan diri dalam tingkah laku, maka akan selalu yakin untuk melakuklan apapun secara maksimal, agar hidup dan segala kegiatan menjadi seperti yang diinginkan. Dalam mengembangkan kepercayaan diri tingkah laku ini adalah terus berbuat sesuatu. Semakin mampu dalam menuntaskan target, makin besar rasa percaya diri.
Kepercayaan diri tingkah laku seseorang yang lemah akan terlihat sebagai berikut :
1.      Sering ragu-ragu untuk memulai suatu pekerjaan.
2.      Terlalu banyak pertimbangan, dan tidak benar-benar kukuh pada salah satu keputusan yang sudah diambil.
3.      Berupaya menghindari diri dari tantangan-tantangan besar, dan malah lebih memilih pada hal-hal kecil atau sepele.
4.      Saat menghadapi kesulitan, cenderung menutup diri dari bantuan orang lain, dan berlagask seperti tidak terjadi apa-apa.
b.      Mengembangkan Kepercayaan Diri Emosional
Kepercayaan diri emosional adalah kepercayaan diri untuk yakin dan menguasai segenap sisi emosi. Untuk memahami segala yang dirasakan, menggunakan emosi untuk melakukan pilihan yang tepat, melindungi diri dari sakit hati, atau mengetahui cara bergaul yang sehat dan langgeng. Dengan kepercayaan diri emosional, seseorang akan memiliki keyakinan diri yang kuat untuk menguasai diri.
Kepercayaan diri emosional seseorang masih lemah akan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut :
1.      Sering kali menumpulkan perasaan sendiri, dan tidak tahu apa yang terjadi dengan hidup.
2.      Mengungkung perasaan dan enggan mengungkapkannya secara terus terang.
3.      Mengasingkan diri, tidak punya keyakinan untuk bergaul dengan orang lain.
4.      Menjadi pribadi yang cenderung subyektif dan berpikiran negatif.
c.       Mengembangkan Kepercayaan Diri Spiritual
Kepercayaan diri spiritual berawal dari kesadaran tentang siapa diri ini sebenarnya, lepas dari raga dan pribadi, lepas dari segala topeng yang mungkin menutupi. Ia berawal dari upaya untuk menghargai diri sendiri, sebagai suatu karya cipta yang unik dan menakjubkan.
Jadi, kepercayaan diri spiritual adalah suatu naluri mengenai adanya rasa tenteram. Ia mengisi lubuk hati dan memupuk batin. Ia membuat diri senantiasa meniti jalan hidup yang benar. Keyakinan spiritual adalah keyakinan bahwa dimanapun seseorang berada, disitupulalah sesungguhnya seseorang dibutuhkan.[14]
Menurut Husein Syahatah dalam bukunya “Quantum Learning Plus : sukses belajar cara islam”, menjelaskan bahwa cara menumbuhkan percaya diri sebagai berikut :[15]
Pertama, memohon pertolongan Allah dan berteguh hati kepada-Nya, selalu berharap kepada-Nya, berkeyakinan kuat bahwa Allah yang Maha Kuasa, dan yang Maha Besar tidak akan menyia-nyiakan orang-orang yang telah berbuat dengan sebaik-baiknya. Ingatlah firman Allah, sebagai berikut :
اان الذ ين امنوا وعملوا الصلحت انا لانضيع اجر من احسن عملا ( الكهف :٣٠ )
Artinya: “Sesungguhnya kami (Allah) tidak akan menyia-nyiakan (pahala) orang-orang yang telah berbuat baik” (QS. Al- Kahfi, 18:30).
Kedua, memperbanyak doa yang memuat perlindungan kepada Allah dari gangguan para setan. Ketiga, meyakini bahwa manusia hanyalah berhak untuk berusaha dan melakukan faktor serta bersungguh-sungguhnya dalam menuntut ilmu. Tak ubahnya seorang petani yang menebar benih di tanah, sementara ia tidak tahu apakah ia akan berhasil (panen) atau tidak. Keyakinan semacam ini akan dapat menumbuhkan perasaan tenang dan memunculkan rasa percaya diri.
Keempat, tekun dan menenggelamkan diri dalam belajar sesuai rencana dan jadwal sembari bertawakkal kepada Allah. Ia tidak membiarkan dirinya menjadi sasaran gangguan,gangguan setan. Kelima, meminta bantuan pada guru dan kawan yang sholeh untuk memberinya nasehat dengan jujur. Bantuan itu juga bisa berupa belajar bersama untuk menguatkan motivasinya kembali.
Keenam, terus memperkuat rasa percaya diri, membuka kembali memori dan kenangan perjalanan ilmiahnya, mengingat masa-masa dimana ia merasa takut, kemudian ia dapatkan Allah senantiasa bersamanya, dan ia menjemput kesuksesannya.
4.      Aktualisasi Kepercayaan Diri
Dari uraian di atas, maka tampaklah jelas bahwa kepercayaan diri adalah suatu sikap batin yang dimiliki oleh seseorang berdasarkan pada keyakinan-keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri. kepercayaan diri ini dapat dilihat dalam segala tingkah lakunya.
Adapun hal-hal yang dapat dilihat diantaranya:
a.       Anak memiliki wawasan ke depan atau memiliki sifat optimis
b.      Memiliki semangat hidup yang tinggi
c.       Selalu menggunakan waktu sebaik-baiknya
d.      Memiliki perasaan sendiri
e.       Memiliki sifat mandiri
f.       Tidak merasa rendah diri apabila bergaul dengan orang lain dan lingkungannya
g.      Percaya bahwa dirinya mampu seperti orang lain
h.      Tidak mudah tersinggung
i.        Mempunyai rasa tanggung jawab



[1] Asif F. Hadipranata, et.al., Peran Psikologi di Indonesia, Yayasan Pembina Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, hal. 76
[2]Sayyid Mujtaba Musani LariMenumpas Penyakit Hati, Lentera, Jakarta, 1996, hal. 43
[3] Husein Syahatah, Quantum Learning Plus : Sukses Belajar Cara Islam, Hikmah, Bandung, 2004, hal. 110
[4]Barbara de Angelis, Confidence, Gramedia Pustaka utama, Jakarta, 2003, hal. 10
[5]Asif F. Hadipranata, et.al., Op. Cit., hal. 76
[6]Zakiyah Daradjat, Ilmu jiwa Agama, PT.Bulan Bintang, Jakarta, 1990, hal. 56
[7] Kartini Kartono, Hygien Mental, Mandar maju. Bandung, 2000, hal. 77
[8]Madya Eko Susilo, Dasar-Dasar Pendidikan, Effhar Publishing, Semarang, 1998, hal. 65
[9]Moelyono Notosoedirjo dan Latipun,Kesehatan MentalKonsep dan Penerapan, UMM Press, Malang, 2002, hal. 195
[10]Adang Heriawan, Mengenal Manusia dan Pendidikan, Liberty, Yogyakarta, 1977, hal. 2
[11] Zakiyah Daradjat, Op. Cit. hal. 77
[12]Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaaran, Hidakarya Agung, Jakarta, hal. 31
[13]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1989, hal. 63
[14] Barbara De Angelis, Op Cit., hal. 58-59
[15] Husein Syahatah, Op Cit., hal. 112-113


EmoticonEmoticon