Saturday, February 28, 2015

Keajaiban Dalam Sepak Bola

Nama Zambia sebenarnya sudah mencuat di peta sepakbola dunia ketika mereka berhasil melibas Italia dengan skor telak 4-0 pada Olimpiade 1988 dengan catatan hat-trick seorang pemain bernama Kalusha Bwalya.

Itu bisa dikatakan sebagai kekalahan telak pertama Eropa dari Afrika, tetapi naas, semua itu hanya menjadi legenda setelah seluruh skuat, pemain dan pelatih, yang sedianya berangkat ke Senegal mengikuti kualifikasi Piala Dunia meninggal dunia pada  27 April 1993 karena kecelakaan pesawat di pantai Gabon. 

Dan pada 2012, seakan menjadi sebuah takdir, Zambia kembali ke Gabon untuk mengikuti pentas Piala Afrika 2012 (Gabon menjadi tuan rumah bersama Guinea Khatulistiwa).

Menjadi tim non-unggulan, skuat asuhan Herve Renard tampil mengejutkan. Mereka berhasil melaju ke babak perempat-final dengan status juara grup A dengan koleksi tujuh angka, usai menaklukkan Senegal dan tuan rumah Guinea Khatulistiwa, dan satu poin sisa dipetik ketika melawan Libya.

Pada babak delapan besar, Zambia kembali tak terbendung dengan menghancurkan Sudan tiga gol tanpa balas. Dan ujian berat terbentang di dua babak tersisa, ketika mereka harus menghadapi dua tim yang paling diunggulkan, yaitu Ghana dan Pantai Gading.

Seperti yang diketahui, saat itu Ghana diperkuat oleh banyak pemain yang berkarir di Eropa seperti Asamoah Gyan, Derek Boateng, Sulley Muntari, Andre Ayew, Jordan Ayew, ataupun Kwadwo Asamoah. Bahkan Pantai Gading lebih berlimpah lagi dengan nama-nama besar seperti Yaya Toure, Didier Drogba, Kolo Toure hingga Didier Drogba. Bandingkan dengan Zambia yang hanya memiliki dua pemain dari pentas Eropa, yaitu Emmanuel Mayuka di klub Swiss, Young Boys Bern; serta Chisamba Lungu di klub Rusia, Ural Oblast.

Ghana menjadi ujian berat pertama Zambia di babak empat besar. Dan seperti yang diduga, Chipolopolo kalah dalam penguasaan bola dan terus dikurung. Bahkan Ghana mendapatkan hadiah penalti ketika Kwadwo Asamoah dilanggar di kotak terlarang, beruntung kiper Kenndey Mweene sukses menepis eksekusi Asamoah Gyan.

Lini belakang yang menampilkan performa impresif dibayar oleh para pemain depan dengan sebuah gol kemenangan pada menit ke-76 melalui pemain pengganti Emmanuel Mayuka usai mendapatkan umpan dari Isaac Chansa. Gol tersebut berhasil dipertahankan, terlebih lagi setelah Derek Boateng diusir wasit pada menit ke-83 usai menerima kartu kuning kedua sehingga Ghana bermain dengan sepuluh orang.

Pada laga puncak, yang digelar tepat hari ini tiga tahun silam, Zambia bertemu dengan Pantai Gading yang sudah diprediksi melaju ke final dan sangat difavoritkan untuk menjadi juara. 

Tetapi yang terjadi di lapangan sangat mengejutkan, dengan semangat yang tinggi Zambia mampu meladeni Pantai Gading. Tak mau tampil defensif, pelatih Herve Renard sengaja memasang tiga pemain cepat sekaligus, yaitu kapten Christopher Katongo, Rainford Kalaba, dan Chisamba Lungu. 

Di babak kedua, Renard memasukkan lagi Felix Katongo dan menggeser Lungu ke posisi bek kiri. Strategi ini efektif meredam sayap-sayap andalan Pantai Gading, seperti Salomon Kalou dan Gervinho, yang berhasil dipaksa turun jauh membantu pertahanan. Di tengah, duet Nathan Sinkala dan Isaac Chansa bergulat setiap kali memperebutkan bola sehingga menyulitkan trio Yaya Toure, Cheik Tiore, dan Didier Zokora.
Jangan lupakan pula peran kiper Kennedy Mweene yang jatuh bangun mengantisipasi setiap bola yang datang ke gawangnya. Tak mau kalah semangat seperti rekan-rekan setimnya, Mweene beberapa kali menggunakan tubuh sendiri sebagai tameng dari setiap ancaman lawan.

Titik balik pertandingan muncul pada menit ke-70. Davies Nkausu menjatuhkan Gervinho di area terlarang sehingga menyebabkan hukuman penalti. Didier Drogba seharusnya mampu memanfaatkan peluang emas memenangkan pertandingan untuk Pantai Gading, tetapi tendangannya malah melambung ke atas mistar.

Sisanya, sejarah. Kepercayaan diri Zambia menebal mengingat di laga semi-final, pemain lawan juga gagal menyarangkan hadiah penalti di waktu normal. Setelah ditambah 30 menit perpanjangan waktu, final harus ditentukan melalui adu penalti. 

Drama kembali terjadi ketika dibutuhkan 18 eksekutor untuk menghasilkan pemenang. Salah satu eksekutor adalah Mweene yang dengan dingin menaklukkan Boubacar Barry pada giliran penalti kelima. Sungguh menakjubkan ketika usai eksekusi itu Barry menjabat tangan Mweene sebagai tanda sportivitas. 

Setelah tujuh pemain melaksanakan eksekusi dengan sempurna, Zambia mendapat angin ketika Mweene mematahkan eksekusi Kolo Toure. Cerita belum berhenti karena eksekusi Rainford Kalaba gagal. Pada giliran berikutnya, Gervinho gagal menjalankan tugas. Akhirnya kesempatan ini tidak disia-siakan Stoppila Sunzu untuk memberikan gelar juara kepada Zambia.

Hasil ini tentu menyihir seantero Afrika dan juga dunia, karena dengan modal kebersamaan, disiplin dan semangat untuk mengembalikan kejayaan pada 1993, Zambia sukses menahbiskan diri sebagai yang terbaik. Jangan lupa pula dengan 'dukungan langit' ketika pemain sekelas Gyan dan Drogba gagal menceploskan bola saat mendapatkan penalti di semi-final dan final.

Sebuah catatan menarik juga melekat pada diri pelatih Herve Renard, usai membawa Zambia menjadi juara Piala Afrika 2012, ia bertualang di Prancis dengan membesut Sochaux, namun sayang klub tersebut malah terdegradasi. Ternyata ia memang berjodoh dengan Afrika, dari Prancis, ia kembali ke Benua Hitam dengan status pelatih Pantai Gading, yang akhirnya ia antar menjadi juara Piala Afrika 2015 beberapa hari silam.



cara pemesanan
ketik nama#alamat#Merk#Kode#size kirim ke 087725988522


EmoticonEmoticon